Siapa yang tak kenal Yogyakarta. Kota budaya yang tak pernah habis dijajaki. Pagi itu, Sabtu 09 September 2019 rombongan mahasiswa pascasarjana UGM menuju Dusun Pulesari, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Begitu tiba di kawasan wisata yang dikenal dengan Dewi Pule itu, teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam FISH UGM (Forum Ilmu Sosial dan Humaniora) langsung disambut hangat oleh Diva Arifin, event organizer yang khusus disediakan dari desa wisata.
Acara gathering dan keakraban anggota baru FISH berjalan asyik berkat permainan seru yang diberikannya. Satu jam berlangsung, kemudian teman-teman FISH diarahkan menuju spot outbound yang dijelajahi selama dua jam. Di sini akan disiapkan pemandu dan tukang foto yang akan menemani pengunjung menyusuri semua rute sampai selesai. Dan yang paling seru adalah melewati sungai Bedhog. Sungai dengan pemandangan yang masih asri. Pengunjung tidak perlu khawatir kalau ke sini, kedalaman sungai hanya mencapai 30-60 cm. Sungai dengan sisi kanan kiri berupa tebing bebatuan dan hamparan kebun salak yang sedang musim berbuah. Seketika pengunjung akan dibuat takjub dengan pemandangan yang ditawarkan.
Ada banyak spot outbound yang akan dilewati pengunjung. Pertama pengunjung diajak berjalan di atas bambu, kemudian melewati Titian Tali. Pada permainan ini, pengunjung hanya melewati satu bambu yang melintang di atas kolam dan tidak ada pegangan sama sekali. Sontak pengunjung akan dibuat terkejut sekaligus tertantang.
Di titian tali, pengunjung juga hanya melewati satu tali di air dan berpegangan di tali yang bergelantungan. Untuk melewatinya, pengunjung bisa menggapai satu per satu tali seperti Tarzan. Permainan bertambah seru ketika dilewati bersama-sama. Ada yang berhasil dan ada yang tercebur ke air, kemudian ditertawakan yang lainnya.
Ketika menyusuri sungai Bedhog, sejak pertama kali kaki mencebur, akan terasa kesejukkan air bening yang mengalir di sela kaki. Suaranya yang keluar dari bebatuan menambah suasana sejuk dan harmonis. Di setiap perjalanan, pengunjung bisa asyik berswafoto dengan pemandangan alam yang asri, bebatuan besar di sungai, dan tebing batu yang basah berwarna kontras.
Pengunjung akan diajak terus menyusuri sungai sampai bertemu spider web. Di sini, mau tak mau spider web harus dilewati, karena jaring-jaring ini membentang seluas sungai. Masih ada lagi rintangan seru yang menunggu, yaitu hujan buatan. Di sinilah pengunjung dibuat basah sebasah-basahnya dan akan merasakan sensasi hujan saat langit sangat cerah. Sepanjang 10 meter hujan buatan akan membasahi setiap pengunjung yang lewat.
Ada dua air terjun di sungai Bedhog. Air terjun kecil dan air terjun yang lebih besar, lebar, dan tinggi. Di tengah-tengah air terjun dipasang tangga kecil agar pengunjung bisa berpijak lewat tangga. Pengunjung bisa mulai memanjat tangga dan berhenti untuk bergaya di tengah-tengah aliran air terjun. Jepretan foto pun bebas dilayangkan untuk gaya terkeren. Di sana juga bisa berfoto di depan goa Dampar. Konon di sini memang banyak goa yang dulunya dibuat tempat persembunyian masyarakat waktu penjajahan Belanda.
Satu jam sungai sudah disusuri pengunjung bisa naik ke tepi menuju pendopo dan masih bisa berswafoto dengan beberapa mural dan spo-spot foto yang unik. Satu lagi yang paling seru adalah berjalan di jembatan goyang dengan kedalaman air yang lumayan membuat pengunjung basah kuyup lagi.
Kalau mau pulang, jangan lupa membeli oleh-oleh yang khas dari Dewi Pule. Pengunjung bisa membeli salak seharga lima ribu sampai sepuluh ribu rupiah perkilonya kepada warga. Di samping itu, ternyata kawasan wisata yang berdiri sejak tahun 2012 ini juga sangat menginspirasi. Sistem pengelolaannya yang melibatkan warga sekitar, membuat dusun yang bisa bangit pasca bencana gunung Merapi tersebut menarik dikunjungi.
Ditulis oleh Anggun P. A. M., pernah terbit di Harian Surya Edisi Minggu, 24 November 2019